Kota Tua dikenal sebagai Batavia Lama. Kota Tua Jakarta terletak di Kelurahan Pinangsia Kecamatan Tamansari Kotamadya Jakarta Barat. Saat ini, kawasan Kota Tua berada di dua wilayah kotamadya, yaitu Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Kota Tua sebagai cikal bakal Jakarta, tentunya menyimpan banyak cerita di balik megahnya bangunan (tua) cagar budaya peninggalan masa lalu dari zaman kolonial Belanda.
Kota Tua Jakarta di masa lalu merupakan kota rebutan yang menjadi simbol kejayaan bagi siapa saja yang mampu menguasainya. Tak heran jika mulai dari Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda –Pajajaran, Kesultanan Banten –Jayakarta, Verenigde Oost-indische Compagnie (VOC), Pemerintah Jepang, hingga kini Republik Indonesia melalui Pemerintah DKI Jakarta, terus berupaya mempertahankannya menjadi kota nomor satu di negara ini
Kota Tua menjadi daya tarik wisata di Jakarta saat ini. Banyak wisatawan mancanegara maupun dari berbagai daerah di Indonesia mengunjungi kawasan Kota Tua ini.
Berikut beberapa tempat yang wajib untuk dikunjungi di kawasan Kota Tua.
1. Museum Fatahillah
![]() |
Museum Fatahillah |
Museum Fatahillah atau Museum Sejarah Jakarta tempat penting bagi sejarah Jakarta. Di zaman pendudukan Belanda, gedung ini merupakan balai kota, pengadilan, sekaligus penjara bawah tanah yang mengerikan. Kini, ia menjadi sebuah museum tempat bersemayamnya beragam barang antic, mulai dari furnitur antik zaman Belanda, prasasti dan arca, hingga alat musik Gambang Kromong. Di bagian luar museum adalah lapangan Fatahillah, yang kerap diramaikan oleh pagelaran budaya. Dulunya, lapangan ini merupakan tempat mengeksekusi para tahanan.
Kita dapat mengunjungi Museum Ini setiap hari Selasa - Minggu dari pukul 09.00 - 15.00. Namun sangat disayangkan saat ini Museum Fatahillah sedang dalam proses renovasi yang dimulai sejak bulan Oktober 2014 dan diperkirakan akan selesai pada Januari 2015.
Berikut informasi mengenai Alamat, HTM dan Waktu berkunjung Museum Fatahillah :
Alamat : Jl Taman Fatahillah No 2, Jakarta Barat.
Jam buka : Selasa-Minggu, 09.00-15.00
Tiket : Rp2.000, Anak-anak Rp1.000 (Jika belum mengalami perubahan setelah renovasi)
2. Museum Wayang
![]() |
Museum Wayang |
Museum wayang Pada awalnya merupakan sebuah bangunan bernama De Oude Hollandsche Kerk ("Gereja Lama Belanda") dan dibangun pertamakali pada tahun 1640. Tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda) hingga tahun 1808 akibat hancur oleh gempa bumi pada tahun yang sama. Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung museum wayang dan diresmikan pemakaiannya sebagai museum pada 13 Agustus 1975. Meskipun telah dipugar beberapa bagian gereja lama dan baru masih tampak terlihat dalam bangunan ini.
Museum Wayang memamerkan berbagai jenis dan bentuk wayang dari seluruh Indonesia, baik yang terbuat dari kayu dan kulit maupun bahan-bahan lain. Wayang-wayang dari luar negeri ada juga di sini, misalnya dari Republik Rakyat Tiongkok dan Kamboja. Hingga kini Museum Wayang mengkoleksi lebih dari 4.000 buah wayang, terdiri atas wayang kulit, wayang golek, wayang kardus,wayang rumput, wayang janur, topeng, boneka, wayang beber dan gamelan. Umumnya boneka yang dikoleksi di museum ini adalah boneka-boneka yang berasal dari Eropa meskipun ada juga yang berasal dari beberapa negara non-Eropa seperti Thailand, Suriname, Tiongkok, Vietnam, India dan Kolombia.
Selain itu secara periodik disenggelarakan juga pagelaran wayang pada minggu 2 dan ke 3 setiap bulannya.
Pada tanggal 7 November 2003, PBB memutuskan mengakui wayang Indonesia sebagai warisan dunia yang patut dilestarikan.
3. Museum Seni Rupa dan Keramik
![]() |
Museum Seni Rupa & Keramik |
Museum Seni Rupa dan Keramik terletak di Jalan Pos Kota No 2, Kotamadya Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta, Indonesia.Museum yang tepatnya berada di seberang Museum Sejarah Jakarta itu memajang keramik lokal dari berbagai daerah di Tanah Air, dari era Kerajaan Majapahit abad ke-14, dan dari berbagai negara di dunia.
Gedung yang dibangun pada 12 Januari 1870 itu awalnya digunakan oleh Pemerintah Hindia-Belanda untuk Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia (Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia). Saat pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan sekitar tahun 1944, tempat itu dimanfaatkan oleh tentara KNIL dan selanjutnya untuk asrama militer TNI.
Pada 10 Januari 1972, gedung dengan delapan tiang besar di bagian depan itu dijadikan bangunan bersejarah serta cagar budaya yang dilindungi. Tahun 1973-1976, gedung tersebut digunakan untuk Kantor Walikota Jakarta Barat dan baru setelah itu diresmikan oleh Presiden(saat itu) Soeharto sebagai Balai Seni Rupa Jakarta.
Pada 1990 bangunan itu akhirnya digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik yang dirawat oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta.
4. Toko Merah
![]() |
Toko Merah |
Toko Merah dibangun pada tahun 1730 oleh Gustaaf Willem Baron van Imhoff (kemudian menjadi gubernur jenderal) sebagai rumah tinggal. Pada saat ia membangun Toko Merah jabatannya masih sebagai opperkopman, sehingga kadangkala orang meragukan bahwa Toko Merah dibangun van Imhoff. Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa, sehingga besar, megah dan nyaman. Nama "Toko Merah" berdasarkan salah satu fungsinya yakni sebagai sebuah toko milik warga Cina, Oey Liauw Kong sejak pertengahan abad ke-19 untuk jangka waktu yang cukup lama. Nama tersebut juga didasarkan pada warna tembok depan bangunan yang bercat merah hati langsung pada permukaan batu bata yang tidak diplester. Warna merah hati juga nampak pada interior dari bangunan tersebut yang sebagian besar berwarna merah dengan ukiran-ukirannya yang juga berwama merah. Di samping itu dalam akte tanah No. 957, No. 958 tanggal 13 Juli 1920 disebutkan bahwa persil-persil tersebut milik NV Bouwmaatschapij "Toko Merah".
Alamat : Jl Kali Besar Barat No 11, Jakarta Barat
Jam buka : Toko Merah jarang dibuka untuk umum, jadi pastikan mengurus perizinan jika hendak ke sana.
5. Museum Bank Indonesia
Museum Bank Indonesia |
Museum Bank Indonesia adalah sebuah museum di Jakarta, Indonesia yang terletak di Jl. Pintu Besar Utara No.3, Jakarta Barat (depan stasiun Beos Kota), dengan menempati area bekas gedung Bank Indonesia Kota yang merupakan cagar budaya peninggalan De Javasche Bank yang beraliran neo-klasikal, dipadu dengan pengaruh lokal, dan dibangun pertama kali pada tahun 1828.
Museum ini menyajikan informasi peran Bank Indonesia dalam perjalanan sejarah bangsa yang dimulai sejak sebelum kedatangan bangsa barat di Nusantara hingga terbentuknya Bank Indonesia pada tahun 1953 dan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia, meliputi pula latar belakang dan dampak kebijakan Bank Indonesia bagi masyarakat sampai dengan tahun 2005. Penyajiannya dikemas sedemikian rupa dengan memanfaatkan teknologi modern dan multi media, seperti display elektronik, panel statik, televisi plasma, dan diorama sehingga menciptakan kenyamanan pengunjung dalam menikmati Museum Bank Indonesia. Selain itu terdapat pula fakta dan koleksi benda bersejarah pada masa sebelum terbentuknya Bank Indonesia, seperti pada masa kerajaan-kerajaan Nusantara, antara lain berupa koleksi uang numismatik yang ditampilkan juga secara menarik.
Peresmian Museum Bank Indonesia dilakukan melalui dua tahap, yaitu peresmian tahap I dan mulai dibuka untuk masyarakat (soft opening) pada tanggal 15 Desember 2006 oleh Gubernur Bank Indonesia saat itu, Burhanuddin Abdullah, dan peresmian tahap II (grand opening) oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, pada tanggal 21 Juli 2009.
Museum Bank Indonesia buka setiap hari kecuali Senin dan hari libur nasional dan mengunjunginya tidak dipungut biaya.
6. Museum Bank Mandiri
![]() |
Museum Bank Mandiri |
Berdiri tanggal 2 Oktober 1998. Museum yang menempati area seluas 10.039 m2 ini pada awalnya adalah gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau Factorji Batavia yang merupakan perusahaan dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan.
Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) dinasionalisasi pada tahun 1960 menjadi salah satu gedung kantor Bank Koperasi Tani & Nelayan (BKTN) Urusan Ekspor Impor. Kemudian bersamaan dengan lahirnya Bank Ekspor Impor Indonesia (BankExim) pada 31 Desember 1968, gedung tersebut pun beralih menjadi kantor pusat Bank Export import (Bank Exim), hingga akhirnya legal merger Bank Exim bersama Bank Dagang Negara (BDN), Bank Bumi Daya (BBD) dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) ke dalam Bank Mandiri (1999), maka gedung tersebut pun menjadi asset Bank Mandiri.
![]() |
Bagian dalam Museum Bank Mandiri |
Gedung Museum Bank Mandiri (ex-Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM)) dirancang oleh 3 orang arsitek belanda yaitu J.J.J de Bruyn, A.P. Smits dan C. van de Linde. Gedung ini mulai dibangun tahun 1929 dan pada tanggal 14 Januari 1933 dibuka secara resmi Oleh C.J Karel Van Aalst, Presiden NHM ke-10. Gedung ex-NHM ini tampak kokoh dan megah dengan arsitektur Niew Zakelijk atau Art Deco Klasik.
Koleksi museum terdiri dari berbagai macam koleksi yang terkait dengan aktivitas perbankan "tempo doeloe" dan perkembangannya, koleksi yang dimiliki mulai dari perlengkapan operasional bank, surat berharga, mata uang kuno (numismatik), brandkast, dan lain-lain.
Koleksi perlengkapan operasional bank "tempo doeloe" yang unik, antara lain adalah peti uang, mesin hitung uang mekanik, kalkulator, mesin pembukuan, mesin cetak, alat pres bendel, seal press, safe deposit box maupun aneka surat berharga seperti bilyet deposito, sertikat deposito, cek, obligasi, dan saham. Di samping itu, ornamen bangunan, interior dan furniture museum ini masih asli seperti ketika didirikan.
7. Jembatan Kota Intan
![]() |
Jembatan Kota Intan |
embatan Kota Intan adalah sebuah jembatan ‘jungkit’ warisan Belanda dengan konstruksi besi dan kayu yang terletak di Kawasan Kota Tua Jakarta, merentang di atas ujung Kali Besar yang airnya gelap keruh. Jembatan Kota Intan, yang juga dikenal dengan nama Jembatan Pasar Ayam, dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1628, dan telah mengalami pemugaran beberapa kali.
Jembatan Kota Intan pada mulanya dinamai Jembatan Inggris (Engelse Brug), karena di dekat jembatan itu pernah dibangun benteng pertahanan Inggris. Nama jembatan kemudian berubah menjadi Jembatan Pusat (Het Middelpunt Brug) pada 1900, konon karena dikelola pemerintah pusat Hindia Belanda. Jembatan ini memang perlu dikelola, karena kapal-kapal yang mengangkut komoditi dari dan ke Pelabuhan Sunda Kelapa dikutip cukai ketika melewati jembatan jungkit itu.
8. Stasiun Jakarta - Kota (Beos)
![]() |
Stasiun Jakarta Kota |
Stasiun Jakarta Kota, dikenal pula sebagai Stasiun Beos adalah stasiun kereta api terbesar di Indonesia yang berusia cukup tua di Kelurahan Pinangsia, Kota Tua Jakarta. Stasiun ini adalah satu dari sedikit stasiun di Indonesia yang bertipe terminus (perjalanan akhir), yang tidak memiliki kelanjutan jalur.
Pada masa lalu, karena terkenalnya stasiun ini, nama itu dijadikan sebuah acara oleh stasiun televisi swasta. Hanya saja mungkin hanya sedikit warga Jakarta yang tahu apa arti Beos yang ternyata memiliki banyak versi.
Yang pertama, Beos kependekan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur), sebuah perusahaan swasta yang menghubungkan Batavia dengan Kedunggedeh. Versi lain, Beos berasal dari kata Batavia En Omstreken, yang artinya Batavia dan Sekitarnya, di mana berasal dari fungsi stasiun sebagai pusat transportasi kereta api yang menghubungkan Kota Batavia dengan kota lain seperti Bekassie (Bekasi), Buitenzorg (Bogor), Parijs van Java (Bandung), Karavam (Karawang), dan lain-lain.
Sebenarnya, masih ada nama lain untuk Stasiun Jakarta Kota ini yakni Batavia Zuid yang berarti Stasiun Batavia Selatan. Nama ini muncul karena pada akhir abad ke-19, Batavia sudah memiliki lebih dari dua stasiun kereta api. Satunya adalah Batavia Noord (Batavia Utara) yang terletak di sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta sekarang. Batavia Noord pada awalnya merupakan milik perusahaan kereta api Nederlandsch-Indische Spoorweg, dan merupakan terminus untuk jalur Batavia-Buitenzorg. Pada tahun 1913 jalur Batavia-Buitenzorg ini dijual kepada pemerintah Hindia Belanda dan dikelola oleh Staatsspoorwegen. Pada waktu itu kawasan Jatinegara dan Tanjung Priok belum termasuk gemeente Batavia.
![]() |
Stasiun Jakarta Kota tahun 1940 |
Batavia Zuid, awalnya dibangun sekitar tahun 1870, kemudian ditutup pada tahun 1926 untuk direnovasi menjadi bangunan yang kini ada. Selama stasiun ini dibangun, kereta api-kereta api menggunakan stasiun Batavia Noord. Sekitar 200 m dari stasiun yang ditutup ini dibangunlah Stasiun Jakarta Kota yang sekarang. Pembangunannya selesai pada 19 Agustus 1929 dan secara resmi digunakan pada 8 Oktober 1929. Acara peresmiannya dilakukan secara besar-besaran dengan penanaman kepala kerbau oleh Gubernur Jendral jhr. A.C.D. de Graeff yang berkuasa pada Hindia Belanda pada 1926-1931.
Di balik kemegahan stasiun ini, tersebutlah nama seorang arsitek Belanda kelahiran Tulungagung 8 September 1882 yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels. Bersama teman-temannya seperti Hein von Essen dan F. Stolts, lelaki yang menamatkan pendidikan arsitekturnya di Delft itu mendirikan biro arsitektur Algemeen Ingenieur Architectenbureau (AIA). Karya biro ini bisa dilihat dari gedung Departemen Perhubungan Laut di Medan Merdeka Timur, Rumah Sakit PELNI di Petamburan yang keduanya di Jakarta dan Rumah Sakit Panti Rapih di Yogyakarta.
Stasiun Beos merupakan karya besar Ghijsels yang dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen yakni perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Dengan balutan art deco yang kental, rancangan Ghijsels ini terkesan sederhana meski bercita rasa tinggi. Sesuai dengan filosofi Yunani Kuno, kesederhanaan adalah jalan terpendek menuju kecantikan.
Demikian sedikit Ulasan mengenai Kawasan Kota Tua Jakarta yang memiliki banyak cerita dimasa lalu juga sekarang. Masih penasaran dengan Kawasan Kota Tua ini? Ayoo jangan ragu untuk datang dan kunjungi setiap sudut Kota Tua Jakarta. :D